BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
dalam Islam merupakan pokok utama dalam kelanjutan ketauhidan dan keimanan
terhadap ajarannya. Perkembaangan pendidikan Islam sejalan dengan berkembangnya
Islam itu sendiri, bahkan pendidikan Islam sebenarnya telah dimulai sejak zaman
nabi-nabi terdahulu dan disempurnakan oleh nabi Muhammad SAW di Makkah dan
Madinah. Proses transformasi ilmu secara bilateral telah terjadi setelah perang
Badar yaitu dengan pengajaran membaca dan menulis kepada umat Islam sebanyak
sepuluh orang oleh tiap tawanan perang pihak musuh. Dasar ajaran Islam sendiri
merupakan perintah untuk membaca sebagaimana bunyi ayat pertama yang
diturunkan. Pendidikan Islam pada awal perkembangannya telah memiliki
keunggulan karena coraknya yang tersediri yaitu bersifat komprehensif dengan
maksud agar anak didik didorong sehingga mampu untuk menuangkan segala
kemampuan yang dimilikinya. Pengembangan sumber daya manusia sebagai upaya
untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya pada penduduk untuk terlibat secara
aktif dalam proses pembangunan
B.
Tujuan
Penulisan
Sesuai dengan tugas tambahan dalam
merevisi kembali tugas makalah yang diberikan Dosen Mata kuliah; Filsafat
Pendidikan Islam pada kelompok IV, yakni di jadikan tugas individu untuk
tambahan nilai mata kuliah. yang membahas: “Konsep
Pengembangan Sumber Daya Manusia”,
BAB II
PEMBAHASAN
“ KONSEP PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA ”
A.
Pendidikan Islam dan Karakteristiknya
Tujuan
pendidikan selalu dikaitkan dengan kehidupan suatu bangsa, falsafahnya, dasar
serta ideoleginya dalam rangka perbaikan individu, keluarga maupun
masyarakatnya. Pendidikan merupakan alat untuk memajukan peradaban,
mengembangkan masyarakat dan membuat generasi mampu berbuat banyak bagi
kepentingan mereka. Pengertian pendidikan diberikan oleh Yahya Qahar
yaitu filsafat yang bergerak di lapangan pendidikan yang mempelajari proses
kehidupan dan alternatif proses pendidikan dalam pembentukan watak[1]. Sedangkan M. Natsir menyatakan
bahwa ideologi didikan Islam menyatakan, “Yang dinamakan pendidikan Islam ialah
suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti
kemanusiaan dengan arti sesungguhnya[2]. Endang Saifuddin Azhari memberikan
pengertian pendidikan Islam sebagai “proses bimbingan (pimpinan, tuntutan,
usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan,
kemauan, intuisi dan sebagainya) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi
tertentu, pada waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat
perlengakapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi
sesuai dengan ajaran Islam.[3]
Pengertian
pendidikan yang seperti lazim saat ini dipakai belum terdapat di zaman nabi,
tetapi usaha dan kegiatan yang dialkukan oleh Nabi dalam mneyampaikan seruan
agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberikan contoh (uswatun
hasanah), melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan
lingkungan social yang mendorong pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim itu
telah mancakup arti pendidikan dalam penertian saat ini. Dengan itu, berarti
nabi telah mendidik, membentuk pribadi yaitu pribadi muslim da sekaligus bahwa
Nabi SAW adalah seorang pendidik yang berhasil mendidik masyarakat Quraisy dari
kajahiliyahannya menuju pembebasan evolusi kesadaran menuju kebenaran. Dengan
karakteristik pendidikannya adalah perubahan sikap dan perilaku sesuai dengan
petunjuk tujuan islam. Untuk itu perlu adanya usaha, kegiatan, cara, alat dan
lingkungan hidup yang menunjang keberhasilannya. Dengan demikian secara umum
dapat kita katakana bahwa pendidikan Islam itu adalah pembentukan kepribadian
Muslim yang sempurna.
Pendidikan
Islam dibangun atas prinsip-prinsip pokok yang membentuk karakteristiknya,
yaitu :
1. Penciptaan yang bertujuan, dengan
maksud bahwa pendidikan merupakan bentuk ibadah dengan interaksi pada alam,
manusia sebagai fokus dan keimanan sebagai tujuan.
2. Kesatuan yang menyeluruh, yaitu
kesatuan perkembangan individu, masyarakat dan dunia serta kesatuan umat
manusia sebagai karakteristik universalitas. Ditambah kesatuan pengetahuan yang
mencakup berbagai disiplin ilmu dan seni.
3. Keseimbangan yang kokoh, yaitu
keseimbangan antara teori dan penerapan, bagi individu dan masyarakat, serta
antara fardhu ‘ain dan fardhu kifayah baik keagamaan maupun keduniaan.
Tujuan Pendidikan Islam sendiri
yaitu seperti yang sudah diungkapkan oleh Zakiyah darajat dalam bukunya
pendidikan islam bahwa pendidikan Islam diharapkan mampu menghasilkan manusia
yang berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya serta senang dan gemar
mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan
dengan sesame makhluk-Nya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari
alam semsta ini untuk kepentingan hidup dunianya kini dan akhiratnya
nanti. Tujuan ini kelihatannya sangat idelais sekali sehingga sukar untuk
merealisasikannya. Akan tetapi selama kita mau berusaha maka diletak itulah
Allah akan memberikan jalan keluarnya tentunya dengan kerja keras lewat
kerangka – kerangka yang berencana yang konsepsional mendasar, pencapaian
tujuan itu bukanlah hal yang mustahil sebab melihat kembali pengertian
pendidikan islam yang terlihat jelas bagaimana membentuk pribai muskim yang
sempurna dalam representasi insane kamil yang utuh serta seimbang muatan
rohaninya maupun jasmaninya (IQ, EQ maupun SQ) untuk keseimbangan kehidupan
duniawi maupun ukhrawi.
B. Hakikat Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Pengembangan Sumber Daya Manusia adalah suatu proses peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan kapasitas dari semua penduduk suatu masyarakat
(M.M. Papayungan, 1995: 109). Sementara itu Payaman J. Simanjuntak berpendapat
bahwa: “Sumber Daya Manusia mengandung dua pengertian: Pertama, Sumber Daya
Manusia mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan oleh
seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Sedangkan
pengertian kedua dari Sumber Daya Manusia adalah menyangkut manusia yang mampu
bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut (Payaman J.
Simanjuntak, 1985: 1).
Selanjutnya Efendi berpendapat bahwa: “Pengembangan sumber
daya manusia sebagai upaya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya pada
penduduk untuk terlibat secara aktif dalam proses pembangunan (Efendi, 1994:
12).” Dari beberapa pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia di atas dapat
disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia di Indonesia khususnya,
sangat terkait erat dengan kualitas manusia atau masyarakat sebagaimana sasaran
utama Pembangunan Nasional yaitu menciptakan manusia dan masyarakat yang
berkualitas. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa kemajuan
pembangunan suatu bangsa, namun demikian masih banyak tantangan yang menjadi
kendala perkembangan selanjutnya. Kendala dan tantangan itu sebagaimana disampaikan
dalam Makalah Seminar Nasional PERMADI di Yogyakarta (1992: 5) antara lain:
1. Masih rendahnya tingkat
pendayagunaan sumber daya manusia yang ditandai oleh besarnya jumlah dan
tingkat pengangguran sehingga resiko ketergantungan semakin tinggi.
2. Mutu produktivitas sumber daya
manusia secara relatif masih harus banyak ditingkatkan terutama untuk
menghadapi perubahan ekonomi dan perkembangan teknologi yang semakin cepat.
3. Masalah besarnya kesenjangan sosial
ekonomi masyarakat baik antar kelompok maupun antar daerah.
4. Penyebaran sumber daya manusia masih
belum merata.
5. Masih rendahnya tingkat kesesuaian
dan keserasian dunia pendidikan dengan dunia kerja.
Di sisi lain pembangunan juga akan membawa dampak negatif
terhadap kualitas masyarakat apabila tidak memperhatikan atau mempertimbangkan
manusia dalam proses pembangunan, yaitu dapat menurunkan kualitas masyarakat.
Karenanya perlu ada pertimbangan dari berbagai sisi dalam pembangunan yang akan
dilaksanakan terutama sisi sosial, spiritual terhadap kesiapan dan daya tanggap
sumber daya manusia dengan perubahan yang terjadi akibat pembangunan dan
modernisasi.
Beberapa dampak negatif dari pembangunan terhadap kualitas
manusia antara lain:
Ø Menurut Karl Marx (dalam Djamaluddin
A.): Proses industrialisasi akan memakan korban sosial. Oleh karena kurang
memperhatikan manusia dalam proses produksi, industrialisasi telah
mengakibatkan karyawan menjadi alienated dan mengalami self estrangement.
Karyawan merasa asing terhadap karyanya sendiri, asing terhadap kerjanya, dan
asing terhadap aktivitas yang dia lakukan sendiri. Semua ini menimbulkan
perasaan power lessness, manusia menjadi tidak berdaya, tidak memiliki kontrol
pada dirinya maupun kontrol pada sesuatu di luar dirinya (Djamaluddin A., 1990:
2-3).
Ø Alfin Toffler (dalam Djamaluddin A.)
mengatakan: “Beberapa perubahan tata kehidupan akibat kegiatan pembangunan
yaitu:
1) Kebiasaan membuang barang yang
sebenarnya masih bisa digunakan (throw away society), manusia menjadi boros dan
memerlukan banyak uang untuk kehidupan yang demikian ini. Hal itu memacu mereka
untuk bekerja lebih keras sehingga kehidupan sosial dan keagamaan semakin
berkurang. Orang semakin berkurang terlibat dengan kegiatan bermasyarakat, baik
dengan tetangga maupun masyarakat yang lebih luas.
2) Keadaan yang demikian juga dipacu
oleh kebiasaan masyarakat untuk sering berpindah tempat kerja dan tempat
tinggal (the new nomand). Orang tidak suka membentuk hubungan yang intim dengan
tetangga dan masyarakat. Kehidupan sosial berubah bentuk tidak lagi dalam wujud
“ikatan fungsional” tetapi lebih bersifat “hubungan fungsional” yang hanya melihat
kaitan dirinya dengan orang lain dalam hubungan kerja semata-mata. Sifat
manusia menjadi modularman.
3) Akibat dari industrialisasi adalah
deversity, kebhinekaan dalam merk dan model suatu jenis produk telah membuat
manusia menjadi bingung untuk memilih produk yang telah dibelinya. Semua hal
tersebut menimbulkan “stress” di dalam kehidupan manusia yang selanjutnya akan
mempengaruhi kualitas manusia dalam kehidupannya (Djamaluddin A., 1990: 5).
Dalam rangka mengantisipasi dampak tersebut, pemerintah kita
berusaha mengembangkan sumber daya manusia yang bertitik tolak pada kualitas
manusia dan kualitas masyarakat sebagaimana telah dinyatakan oleh Menteri
Negara Kependudukan dan lingkungan Hidup (dalam Dahlan Alwi) bahwa: “Kualitas
dibagi dalam KF (Kualitas Fisik) dan KNF (Kualitas Non Fisik). Atas dasar itu,
kerangka KNF adalah:
1. Kualitas kepribadian.
Ciri KNF (Kualitas Non Fisik) yang pokok yang perlu ada pada
setiap manusia pembangunan adalah kecerdasan, kemandirian, keativitas,
ketahanan mental, dan keseimbangan emosi-rasio.
2. Kualitas bermasyarakat.
Keselarasan hubungan dengan sesama manusia, yakni kesetiakawanan
dan keterbukaan.
3. Kualitas berbangsa.
Tingkat kesadaran berbangsa dan bernegara yang semartabat
dengan bangsa lain.
4. Kualitas spiritual.
KNF (Kualitas Non Fisik) dalam hubungannya dengan Tuhan,
yakni religius dan moralitas.
5. Wawasan lingkungan.
Kualitas yang diperlukan untuk mewujudkan aspirasi dan
potensi diri dalam bentuk kerja nyata guna menghasilkan sesuatu dengan mutu
sebaik-baiknya.
6. Kualitas karyawan.
KNF (Kualitas Non Fisik) yang diperlukan untuk mewujudkan
aspirasi dan potensi diri dalam bentuk kerja nyata guna menghasilkan sesuatu
dengan mutu sebaik-baiknya. Sedangkan ukuran KF (Kualitas Fisik) adalah
kualitas yang nampak dalam individu seperti: harapan usia hidup, tinggi badan,
angka kesakitan (Dahlan Alwi, 1990: 3).”
Dengan demikian kualitas manusia dan kualitas masyarakat adalah tujuan pembangunan, maka upaya untuk mengukur kadar kualitas harus dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana sumber daya manusia terbentuk.
Dengan demikian kualitas manusia dan kualitas masyarakat adalah tujuan pembangunan, maka upaya untuk mengukur kadar kualitas harus dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana sumber daya manusia terbentuk.
Sementara itu, Nurcholis Madjid (1995: 90-91) berpendapat
bahwa: Pada hakekatnya sumber daya manusia tidak hanya penting diperhatikan
masalah keahlian sebagai mana yang telah umum dipahami dan diterima, tetapi
juga penting diperhatikan masalah etika atau akhlak dan keimanan-keimanan
pribadi-pribadi yang bersangkutan. Jadi, sebagaimana benar bahwa SDM yang
bermutu ialah yang mempunyai tingkat keahlian tinggi, juga yang tak kurang
benarnya adalah bahwa SDM tidak akan mencapai tingkat yang diharapkan jika
tidak memiliki pandangan dan tingkah laku etis dan moral yang tinggi
berdasarkan keimanan yang teguh.
Sumber daya manusia banyak, tetapi tanpa kualitas atau
dengan kualitas rendah, merupakan beban. Untuk itu perlu diupayakan pengembangan
sumber daya manusia yang ada ini. Menurut Muh. Tholchah Hasan (1987: 187-188)
bahwa ada 3 (tiga) yang harus diperhatikan dalam usaha memajukan kualitas
manusia, yaitu:
a. Dimensi kepribadian sebagai manusia,
yaitu kemampuan untuk menjaga integritas, termasuk sikap, tingkah laku, etika
dan moralitas yang sesuai dengan pandangan masyarakat (Masyarakat Pancasila)
b. Dimensi produktivitas, yang
menyangkut apa yang dihasilkan oleh manusia itu tadi, dalam hal jumlah yang
lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.
c. Dimensi kreativitas, yaitu kemampuan
sesorang untuk berfikir dan berbuat kreatif, menciptakan sesuatu yang berguna
bagi dirinya dan masyarakat.
Ketiga dimensi tersebut merupakan pokok persoalan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita. Selanjutnya, ditegaskan pula bahwa ada beberapa hal yang dapat mempercepat peningkatan kualitas sumber daya manusia itu, antara lain:
Ketiga dimensi tersebut merupakan pokok persoalan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita. Selanjutnya, ditegaskan pula bahwa ada beberapa hal yang dapat mempercepat peningkatan kualitas sumber daya manusia itu, antara lain:
o Pendidikan yang memberikan
kemampuan-kemampuan intelektual yang terlibat dalam proses kreatif.
o Teknologi, yang memberikan kemudahan-kemudahan
teknis dan standar kerja yang produktif.
o Kemajuan ekonomi, yang memberi
dampak psikologis untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
o Terbukanya mobilitas vertikal di
dalam masyarakat, yang dapat merangsang orang untuk mencapai posisi yang lebih
tinggi melalui prestasi-prestasinya (Muh. Tholchah Hasan, 1987: 191).
C.
Sumber Daya Manusia Dalam Islam
Sumber
daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk
sosial
yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta
seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan
kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian
praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem
yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian
psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan
organisasi.
Sebagai
ilmu, SDM dipelajari dalam manajemen sumber
daya manusia atau (MSDM). Dalam bidang ilmu ini, terjadi
sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat struktur SDM dalam
industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara manusia-nya
sebagai subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu psikologi.
Dewasa
ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka,
melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena
itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C.
atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama,
tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan
dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability
(beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau
organisasi lebih terkemuka.
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya
yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang
berarti jinak. Kata insan
dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan
jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru
disekitarnya. Manusia
cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya
secara nyata dengan mahluk yang
lain. Seperti dalam kenyataan mahluk yang
berjalan diatas dua kaki,
kemampuan berfikir dan berfikir tersebut yang menentukan manusia hakekat
manusia. Manusia
juga memiliki karya yang
dihasilkan sehingga berbeda dengan mahluk
yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat dilihat dalam
seting sejarah dan
seting
psikologis situasi emosional an intelektual yang melatarbelakangi karyanya.
Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia
sebagai mahluk yang
menciptakan sejarah. Manusia
juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi
sisi trasendensi dikarenakan pemahaman lebih
bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya
jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya.
Dan sebagaimana yang
telah Allah jelaskan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan-Nya yang
paling mulia di antara makhluk yang lain. Berbicara tentang manusia maka yang
tergambar dalam fikiran adalah
berbagai macam perfektif, ada
yang mengatakan masnusia adalah hewan
rasional
(animal rasional) dan pendapat ini dinyakini oleh para
filosof. Sedangkan yang lain
menilai manusia sebagai animal simbolik adalah pernyatakan tersebut dikarenakan
manusia mengkomunikasikan bahasa
melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut. Ada yang
lain menilai tentang manusia adalah
sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan
yang melakukan pekerjaan dan
dapat gila terhadap
kerja. Manusia
memang sebagai mahluk yang
aneh dikarenakan disatu pihak
ia
merupakan “mahluk alami”, seperti binatang ia memerlukan alam untuk hidup.
Dipihak lain
ia
berhadapan dengan alam sebagai
sesuatu yang asing ia
harus menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuh-kebutuhannya.
Manusia dapat disebut sebagai
homo sapiens, manusia arif memiliki akal budi dan
mengungguli mahluk yang
lain. Manusai juga dikatakan sebagai
homo faber hal tersebut
dikarenakan manusia
tukang yang menggunakan alat-alat dan
menciptakannya. Salah satu bagian yang
lain manusia juga disebut sebagai
homo ludens (mahluk yang
senang bermain).
Manusia
diciptakan oleh Allah SWT dalam rangka menjadi khalifah dimuka bumi, hal ini
banyak dicantumkan dalam al-Qur’an dengan maksud agar manusia dengan kekuatan
yang dimilikinya mampu membangun dan memakmurkan bumi serta melestarikannya.
Untuk mencapai derajat khalifah di muka bumi ini diperlukan proses yang
panjang, dalam Islam upaya tersebut ditandai dengan pendidikan yang dimulai
sejak buaian sampai ke liang lahat.
Di
atas telah disinggung bahwa pendidikan Islam memadukan dua segi kepentingan
manusia yaitu keduniaan dan keagamaan. Berbeda dengan pendidikan sekuler yang
hanya meninjau pada satu aspek saja, yaitu keduniaan saja dan segala bentuk
keberhasilan cenderung dinyatakan dengan jumlah materi yuang dimiliki atau
jabatan serta pengaruh di tempat individu berada. Akibatnya telah dapat dilihat
bahwa kehampaan yang terjadi pada masyarakat Eropah dan Amerika adalah
kehampaan spiritual yang sebagai tempat pelariannya ke tempat-tempat hiburan,
alcoholism dan bentuk lainnya. Dengan demikian kemajuan pada satu aspek saja
dalam kehidupan ini menyebabkan ketimpangan dalam perjalanan hidup manusia yang
kemudian akan kembali menjadi permasalahan kemanusiaan khususnya sumber daya
manusia.
Menurut
Hadawi Nawawi (1994) Sumber daya manusia (SDM) adalah daya yang bersumber dari
manusia, yang berbentuk tenaga atau kekuatan (energi atau power). Sumber daya
manusia mempunyai dua ciri, yaitu :(1) Ciri-ciri pribadi berupa pengetahuan,
perasaan dan keterampilan (2) Ciri-ciri interpersonal yaitu hubungan antar
manusia dengan lingkungannya.
Sementara
Emil Salim menyatakan bahwa yang dimaksud dengan SDM adalah kekuatan daya pikir
atau daya cipta manusia yang tersimpan dan tidak dapat diketahui dengan pasti
kapasitasnya. Beliau juga menambahkan bahwa SDM dapat diartikan sebagai nilai
dari perilaku seseorang dalam mempertanggungjawabkan semua perbuatannya, baik
dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan
berbangsa. Dengan demikian kualitas SDM ditentukan oleh sikap mental manusia. T.
Zahara Djaafar (2001 : 1) menyatakan bahwa bila kualitas SDM tinggi, yaitu
menguasai ilmu dan teknologi dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya dan merasa bahwa manusia mempunyai
hubungan fungsional dengan sistem sosial, nampaknya pembangunan dapat
terlaksana dengan baik seperti yang telah negara-negara maju, dalam pembangunan
bangsa dan telah berorientasi ke masa depan. Tidak jarang di antara
negara-negara maju yang telah berhasil meningkatkan kesejahteraan bangsanya
adalah bangsa yang pada mulanya miskin namun memiliki SDM yang berkualitas.
D. Strategi Aksi Pendidikan Islam Dalam
Membentuk Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas.
Pengembangan
sumber daya manusia (SDM) merupakan bagian dari ajaran Islam, yang dari semula
telah mengarah manusia untuk berupaya meningkatkan kualitas hidupnya yang
dimulai dari pengembangan budaya kecerdasan. Ini berarti bahwa titik tolaknya
adalah pendidikan yang akan mempersiapkan manusia itu menjadi makhluk
individual yang bertanggung jawab dan makhluk sosial yang mempunyai rasa
kebersamaan dalam mewujudkan kehidupan yang damai, tentram, tertib, dan maju,
dimana moral kebaikan (kebenaran, keadilan, dan kasih sayang) dapat ditegakkan
sehingga kesejahteraan lahir batin dapat merata dinikmati bersama. Pendidikan
tentu saja memiliki tujuan utama (akhir). Dan, tujuan utama atau akhir (ultimate
aim) pendidikan dalam Islam menurut Hasan Langgulung adalah pembentukan
pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, roh dan jasmani,
kemauan yang bebas, dan akal. Pembentukan pribadi atau karakter sebagai khalifah
tentu menuntut kematangan individu, hal ini berarti untuk memenuhi tujuan
utama tersebut maka pengembangan sumber daya manusia adalah suatu keniscayaan.
Oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi untuk
menggapainya. Karena strategi merupakan alternatif dasar yang dipilih dalam
upaya meraih tujuan berdasarkan pertimbangan bahwa alternatif terpilih itu
diperkirakan paling optimal.
Strategi
adalah jantung dari tiap keputusan yang diambil kini dan menyangkut masa depan.
Tiap strategi selalu dikaitkan dengan upaya mencapai sesuatu tujuan di masa
depan, yang dekat maupun yang jauh. Tanpa tujuan yang ingin diraih, tidak perlu
disusun strategi. Selanjutnya, suatu strategi hanya dapat disusun jika terdapat
minimal dua pilihan. Tanpa itu, orang cukup menempuh satu-satunya alternatif
yang ada dan dapat digali. Sedangkan Hasan Langgulung dengan definisi
yang telah dipersempit berpendapat bahwa strategi memiliki makna sejumlah
prinsip dan pikiran yang sepatutnya mengarahkan tindakan sistem-sistem pendidikan
di dunia Islam. Menurutnya kata Islam dalam konteks tersebut, memiliki
ciri-ciri khas yang tergambar dalam aqidah Islamiyah, maka patutlah strategi
pendidikan itu mempunyai corak Islam. Adapun strategi pendidikan yang dipilih
oleh Langgulung terdiri dari dua model, yaitu strategi pendidikan yang bersifat
makro dan strategi pendidikan yang bersifat mikro[4].
E.
Sumber Daya Manusia Indonesia Dalam Potret Islam
Dalam Islam
sosok manusia terdiri dua potensi yang harus dibangun, yaitu lahiriah sebagai
tubuh itu sendiri dan ruhaniyah sebagai pengendali tubuh. Pembangunan manusia
dalam Islam tentunya harus memperhatikan kedua potensi ini. Jika dilihat dari
tujuan pembangunan manusia Indonesia yaitu menjadikan manusia seutuhnya, maka
tujuan tersebut harus memperhatikan kedua potensi yang ada pada manusia. Namun
upaya kearah penyeimbangan pembangunan kedua potensi tersebut selama 32 tahun
masa orde baru hanya dalam bentuk konsep saja tanpa upaya aplikasi yang
sebenarnya. Telah dimaklumi bahwa pendidikan Islam memandang tinggi masalah SDM
ini khususnya yang berkaitan dengan akhlak (sikap, pribadi, etika dan moral).
Kualitas SDM
menyangkut banyak aspek, yaitu aspek sikap mental, perilaku, aspek kemampuan,
aspek intelegensi, aspek agama, aspek hukum, aspek kesehatan dan sebagainya
(Djaafar, 2001 : 2). Kesemua aspek ini merupakan dua potensi yang masing-masing
dimiliki oleh tiap individu, yaitu jasmaniah dan ruhaniah. Tidak dapat
dipungkiri bahwa aspek jasmaniah selalu ditentukan oleh ruhaniah yang bertindak
sebagai pendorong dari dalam diri manusia. Untuk mencapai SDM berkualitas,
usaha yang paling utama sebenarnya adalah memperbaiki potensi dari dalam
manusia itu sendiri, hal ini dapat diambil contoh seperti kepatuhan masyarakat
terhadap hukum ditentukan oleh aspek ruhaniyah ini. Dalam hal ini pendidikan
Islam memiliki peran utama untuk mewujudkannya.
Tantangan
manusia pada millennium ke-3 ini akan terfokus pada berbagai aspek kompleks.
Khusus dibidang pendidikan Aly dan Munzier (2001 : 227) menyebutkan bahwa
tantangan pendidikan Islam terbagi atas 2, yaitu tantangan dari luar (eksternal),
yaitu berupa pertentangan dengan kebudayaan Barat abad ke-20 dan dari dalam (internal)
Islam itu sendiri, berupa kejumudan produktivitas keislaman.
Faktor Eksternal
Faktor
eksternal yang patut diwaspadai dalam mensikapi SDM Indonesia adalah globalisasi
(perdagangan pasar bebas). Perdagangan pasar bebas bukanlah gossip atau rumor
yang kehadirannya sudah jelas kita ketahui bersama kemarin ketika tahun baru
dating 01 januari 2010 menjadi tanggal bersejarah beraninya bangsa ini membuka
FTA (Free Trade Area) Asena dengan China. Globalisasi adalah pendatang
baru yang sudah membeli tiket yang akan datang dan menetap di negeri ini dengan
jangka waktu yang sangat lama. Banyak sekali masalah yang kemudian kita hadapi
dengan globlisasi yang kini mnjedi momok menakutkan terhadap penumbuhan
kualitas SDM bangsa ini apalagi SDM bangsa ini sebenarnya belum siap menghadapi
FTA ditambah adanya kesan seperti sangat dipaksakan entah karena gengsi atau
apalah namanya bangsa ini ikut serta dalam menyetujui FTA Asean dengan China.
Faktor Internal
Kejumudan
produktivitas keislaman yang pada kenyataan kali ini ummat islam banyak
terkotak – kotakan dalam nuansa keasyikan bermadzhab sampai ke titik fanatis
sehingga mnyalahkan madzhab yang lain yang nota benenya masih sesame islam
sehingga muncul banyakperdebatan – perdebatan sis – sia yang hanya menyumbat
tingkat peningkatan kualitas pendidikan sebagai investasi pembentukn sumber
daya manusia ummat islam sehingga menyumbat pula tingkat produktivitas
keislaman akibat kejumudan pemikiran serta taklid buta terhadap fanatisme
kemadzhaban.
Abdul
Rachman Shaleh (2000 : 203) menyatakan bahwa untuk menjawab tantangan dan
menghadapi tuntutan pembangunan pada era globalisasi diisyaratkan dan
diperlukan kesiapan dan lahirnya masyarakat modern Indonesia. Aspek yang
spektakuler dalam masyarakat modern adalah penggantian teknik produksi dari
cara tradisional ke cara modern yang ditampung dalam pengertian revolusi
industri. Secara keliru sering dikira bahwa modernisasi hanyalah aspek industri
dan teknologi saja. Padahal secara umum dapat dikatakan bahwa modernisasi
masyarakat adalah penerapan pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas
dan semua aspek hidup masyarakat.
F.
Peningkatan Mutu Pendidikan Tinggi Islam Indonesia
Generasi
yang berkualitas yang akan disiapkan untuk menyongsong dan menjadi pelaku
pembangunan pada era globalisasi dituntut untuk meningkatkan kualitas
keberagamaannya (dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan agama yang tetap
bertumpu pada iman dan aqidah). Dengan kata lain masyarakat maju Indonesia
menuntut kemajuan kualitas hasil pendidikan Islam. A. R. Saleh menyatakan bahwa
modernisasi bagi bangsa Indonesia adalah penerapan ilmu pengetahuan dalam
aktivitas pendidikan Islam secara sistematis dan berlanjut. Tujuan pendidikan
nasional termasuk tujuan pendidikan agama adalah mendidik anak untuk menjadi
anak manusia berkualitas dalam ukuran dunia dan akhirat. Untuk mewujudkan
manusia dan masyarakat Indonesia yang berkualitas, ditetapkan langkah-langkah
dalam pembinaan pendidikan agama yaitu :
1. Meningkatkan dan menyelaraskan
pembinaan perguruan agama dengan perguruan umum dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi sehingga perguruan agama berperan aktif bagai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Pendidikan agama pada perguruan umum
dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi akan lebih dimantapkan agar
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME serta
pendidikan agama berperan aktif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3. Pendidikan tinggi agama serta
lembaga yang menghasilkan tenaga ilmuan dan ahli dibidang agama akan lebih
dikembangkan agar lebih berperan dalam pengembangan pikiran-pikiran ilmiah
dalam rangka memahami dan menghayati serta mampu menterjemahkan ajaran-ajaran
agama sesuai dan selaras dengan kehidupan masyarakat (A. R. Saleh, 2000 : 206).
4. Berdasarkan upaya diatas, maka dapat
dilihat bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama pada 2 jalur,
yaitu lembaga pendidikan umum dan keagamaan. Sejalan dengan upaya peningkatan
SDM ini H. A. R. Tilaar (1999 : 200-204) dalam memandang tuntutan SDM yang
kompetitif di abad 21 sesuai tantangan atau tuntutan masyarakat dalam era ilmu
pengetahuan,
G. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia
Human
Resource Development pada dasarnya merupakan kegiatan terpadu
yang dilakukan manajemen dalam rangka meningkatkan nilai tambah pegawai guna
meningkatkan produktivitas organisasi dan sekaligus dalam rangka
mempersiapkan pegawai untuk melaksanakan tugas pada jenjang yang lebih tinggi.
Hariandja dan Hardiawati (2002:168) mengemukakan pengembangan merupakan usaha
yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan pegawai. Sirait (2006:6) memberikan batasan pengembangan sebagai
kegiatan yang berkenaan dengan peningkatan keterampilan yang dilakukan secara
terus-menerus agar pegawai dapat menampilkan cara kerja yang memadai.
Menurut
Nadler (Hardjana, 2001:11) pengembangan adalah kegiatan-kegiatan belajar yang
diadakan dalam jangka waktu tertentu guna memperbesar kemungkinan untuk
meningkatkan kinerja. Hasibuan (2001:96) mengemukakan “pengembangan
adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis,
konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui
pendidikan dan latihan. Mondy, et.al. (1999:254), menyatakan pengembangan (development)
meliputi kesempatan belajar yang bertujuan untuk lebih meningkatkan pengetahuan
(knowledge) dan keahlian (skill) yang diperlukan dalam
pekerjaan yang sedang dijalani. Pengembangan lebih difokuskan untuk
jangka panjang. Selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan karyawan sesuai
dengan pertumbuhan dan perubahan organisasi.
Milkovich
dan Boudreau (1997:408), menyatakan pengembangan adalah proses jangka panjang
untuk meningkatkan kapabilitas dan motivasi pegawai agar dapat menjadi aset
perusahaan yang berharga. Simamora (2004:287), mengemukakan pengembangan
biasanya berkaitan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik. Ruky (2003:228)
berpendapat bahwa program pengembangan sumber daya manusia pada dasarnya adalah
usaha untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia dalam
organisasinya.
Berdasarkan
pendapat para ahli sebagaimana dikemukakan terdahulu dapat dikemukakan beberapa
karakteristik dari pengembangan sumber daya manusia sebagai berikut.
1. Pengembangan sumber daya manusia
merupakan upaya terencana dari organisasi untuk meningkatkan kompetensi sumber
daya manusia.
2. Pengembangan sumber daya manusia
dilakukan secara terus menerus dalam jangka panjang.
3. Pengembangan sumber daya manusia
dilakukan untuk menjamin ketersediaan sumber daya manusia sesuai dengan
kebutuhan jabatan.
4. Pengembangan sumber daya manusia
ditujukan terhadap peningkatan kinerja individu yang bermuara pada kinerja
organisasi.
H. Strategi Pengembangan SDM Dan Prospek Di Mancanegara
Sumber daya manusia (human resources) Indonesia ternyata menyimpan
potensi yang luar biasa. Hal ini dapat dimaklumi karena secara kuantitas
penduduk Indonesia saat ini sudah mencapai diatas 219 juta jiwa. Jumlah ini
termasuk ranking 4 besar dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat,
sudah barang tentu menyimpan berbagai potensi. Saat ini realitanya
tercatat 1000 ilmuwan Indonesia berada diluar negeri. Mereka tersebar
diberbagai negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Belanda, mereka
bekerja sebagai dosen dan peneliti andal.
Pemerintah telah menghitung bahwa sekitar 600 hingga 1000 ilmuwan
Indonesia (Suara Karya: 12 Agustus 2009) saat ini bekerja sebagai peneliti dan
menempati posisi tinggi di berbagai perusahaan yang berbasis teknologi tinggi
dinegara maju didunia internasional. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Pendidikan
Tinggi Diknas, Fasli Jalal pada pertemuan dengan Perhimpunan pelajar Indonesia
(PPI) sedunia di Jakarta. Sementara itu Prof. Yohannes Surya dan Rektor
Universitas Paramadina DR. Anis Baswedan mengemukakan, selain 1000 ilmuwan yang
bekerja diluar negeri, potensi lain yang patut mendapat perhatian adalah 40
ribu mahasiswa yang sedang menuntut ilmu diluar negeri mulai dari tingkat
sarjana hingga tingkat doktoral. Dapat dibayangkan jika 20 % saja mereka
mendapat tawaran job diluar negeri, maka jumlah tenaga ahli Indonesia yang
berkerja diluar negeri akan terus meningkat dengan angka 8000 orang suatu
jumlah yang cukup signifikan. Jika berbagai komponen itu bersatu yakni dari
kalangan ilmuwan dan mahasiswa bisa menjadi sumberdaya yang sangat potensial
untuk mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan usia mereka
yang masih relatif muda-muda dengan kemampuan akademik yang sangat mumpuni.
Selanjutnya Prof. Yohanes Surya sebagai formatur Ikatan Ilmuwan
Indonesia Internasional pihaknya bertekat untuk terus mengirim 3000 ilmuwan
keluar negeri setiap tahunnya mengingat potensi yang begitu besar untuk berkiprah
didunia internasional. Diasumsikan bahwa pada tahun 2030 Indonesia dapat
mengirim 30 ribuan ilmuwan kemancanegara menjadi sumberdaya istimewa karena
mereka memiliki karakteristik unggul yang belum tentu dimiliki pelajar lain
didalam negeri. Selain itu, menurut Anis Baswedan mereka memiliki kelebihan
dalam kemampuan membangun jaringan Internasional, kemampuan dalam menggunakan
bahasa dunia, serta memiliki sikap profesional karena tuntutan lingkungan dan
sistem serta kesadaran untuk mengharumkan nama bangsa.
Disamping itu pada level dibawahnya pengiriman tenaga-tenaga
terampil Indonesia masih terus belangsung kemancanegara. Mereka bekerja sebagai
tenaga ahli bidang perminyakan diwilayah Timur Tengah, sedangkan di
negara-negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea mereka bekerja pada sektor
industri manufactur dan industri otomotif. Jumlah mereka cukup besar dari tahun
ketahun dengan standar gaji yang jauh lebih tinggi dibanding standar gaji di
Indonesia. Setelah selesai magang sesuai dengan ikatan kontrak mereka umumnya
ditempatkan pada industri-industri bidang otomotif dan elektronik seperti
diwilayah Jawa Barat dan Batam. Banyak hal yang mereka dapatkan yang layak jadi
acuan bagi tenaga kerja lokal untuk dapat bersaing pada level yang lebih tinggi
seperti halnya; profesionalisme, disiplin waktu, produktifitas, dan kualitas
pekerjaan termasuk upah yang cukup tinggi sebagai reward dari kualitas
pekerjaan yang torehkan. Disamping mereka permintaan tenaga medis diberbagai
negara adalah peluang yang perlu dijaga dan diapresiasi, sehingga lulusan
tenaga medis dinegara ini tidak akan sulit mencari job yang dapat menampung
mereka untuk dapat berkarya dan mengabdi sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki. Bahkan negara-negara Eropah dan Timur Tengah kini sudah begitu
terkait kebutuhan tenaga medis dari berbagai negara, tinggal bagaimana bangsa
Indonesia dapat bersaing dengan produk negara lain untuk mengisi lapangan kerja
yang terus menigkat.
Lantas, persoalan yang paling krusial adalah terkait dengan
pengiriman TKI-TKW keluar negeri, dimana persoalan ini menjadi persoalan klasik
dengan jumlah yang sangat besar mencapai jutaan orang, namun disisi lain tenaga
mereka bersifat non formal yang rentan terhadap penyimpangan dan
penyalahgunaan. Tetapi untuk menghentikan pengiriman bukanlah keputusan bijak,
karena kebutuhan tentang job yang lebih luas selalu menjadi keharusan, meskipun
dengan standar gaji yang rendah mereka tidak peduli karena tingkat pendidikan
dan keterampilan, yang tidak memadai sehingga mereka sering kali menjadi sarana
permainan para calo tenaga kerja ataupun majikan yang nakal.
BAB III
PENUTUP
K E S I M P U L A N
Setelah kita ketahui bersama secara panjang
lebar, dan banyaknya pembahasan panjang lebar tersebut di atas, dalam
menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu sesuai tantangan globalisasi
saat ini Pendidikan Islam memainkan peranan penting dalam pembinaan SDM
khususnya kepribadian, sikap dan mental manusia berlandaskan agama selain
potensi intelektualitasnya.
Pendidikan Islam pada dasarnya merupakan
proses bimbingan yang dibangun atas prinsip-prinsip pokok, berupa penciptaan
yang bertujuan, kesatuan yang menyeluruh dan keseimbangan yang kokoh.
Pendidikan Islam memandang perlunya aspek dunia dan akhirat, ilmu dan amal atau
teori dan praktek.
Pendidikan Islam berperan dalam memecahkan
permasalahan SDM jika didukung perguruan tinggi Islam yang mampu menyahuti
aspirasi tamatan institusi pendidikan Islam di tingkat bawah, selanjutnya
mempersiapkan SDM untuk diterjunkan kembali pada masyarakat.
Dalam hal ini juga dapat kita sedikit
usulkan beberapa hal antara lain yaitu Pendidikan Islam sebaiknya memainkan
peran sejak awal dan tingkat dasar dalam upaya peningkatan SDM, baik jasmaniah
dan rohaniah. Pendidikan tinggi Islam juga agar secepatnya melakukan terobosan
baru demi menyikapi hal-hal yang berkembang cepat demi menghasilkan SDM yang
berkualitas dalam aspek keduniaan dan keakhiratan.
DAFTAR PUSTAKA
Azra,Azyumardi.
(2001). Pendidikan Islam
: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru. Jakarta:Kalimah.
Darajat,Zakiyah.
(1992). Ilmu Pendidikan Islam.
Bumi Aksara:Jakarta.
Hasan,Chalijah.
(1994). Dimensi-dimensi Psikologi
Pendidikan. Surabaya:Al Ikhlas.
Prasetya.
(2000). Filsafat Pendidikan
: Untuk IAIN, STAIN, PTAIS. Bandung:Pustaka Setia.
Ruky.
Achmad L., (2003). SDM Berkualitas Mengubah Visi Menjadi Realitas.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Sirait,
Justine T . (2006). Memahami Aspek-aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia
dalam Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.